Universitas pada dasarnya adalah ruang dimana otak manusia dipaksa secara langsung atau tidak untuk jernih dan tidak terkontaminasi oleh pihak manapun, Jurusan apapun itu, Fakultas apapun itu.
Ada istilah pada mahasiswa yaitu Agent Of Change, mereka dianggap mampu dan bisa membawa perubahan pada masyarakat dengan adanya Tridarma Perguruan Tinggi no Tiga, yaitu pengabdian masyarakat, namun secara umum program ini hanya sebatas menumental, artinya tidak berkepanjangan seperti yang diharapkan masyarakat kepada mereka para Mahasiswa.
Peran dari Dosen hanya untuk memberikan bahan ajaran bukan berarti membuat peserta didik seperti kerbau dicucuk hidungnya, apalagi di proteksikan untuk menjadi pekerja.
Maka dari itu banyak sekali yang melakukan pergerakan membuat diskursus jalanan dan melakukan perbantuan berbasis pangan yang lebih mampu menyentuh langsung pada masyarakat yang di maksudkan perlu di bantu atau dengan kata lain manusia yang tertidas, mereka mengaku bahwa untuk melakukan pengabdian pada masyarakat tidak melulu secara institusi atau harus mendapatkan izin dari siapapun. Karena pada kenyataannya pengabdiaan kepada masyarakat yang dilakukan oleh Universitas tidak terlalu begitu efektif, namun lebih jauh dari pada itu, selain dari pengabdian masyarakat ada hal yang perlu di benahi yaitu soal pribadi Mahasiswa itu sendiri secara akademik dan literatur.
Universitas dewasa kini justru dirasa agak membatasi ruang berpikir mahasiswa lewat peraturan dan kurikulum, sebagai contoh disalah satu Universitas Kota Bandung, pada Fakultas Ilmu Politik dan Sosial, ada beberapa Mahasiswa yang diasingkan dikarekanan mereka belajar soal Marxisme. Padahal secara literatur Marxisme adalah ilmu sosial bahkan bangak yang menganggap Gerbang Filsafat Pembebasan terhadap penindasan yang di lahirkan oleh Politik, Ekonomi, Budaya dari Negara Kapitalis.
Maka dengan adanya STREET UNIVERSITY, bukan hanya Mahasiswa namun juga anak jalanan yang tak mampu bayar kuliah dapat mempelajari ilmu ilmu, setidaknya ilmu untuk menentukan kehendak sendiri dalam arti membebaskan diri dari intervensi manapun, bahkan sering kali anak jalanan ini dianggap sampah dan benalu oleh tatanan Kota yang necis. Itu sungguh ironis, bahkan dengan adanya Lembaga Sosial Negara mereka yaitu Dinas Sosial tidak mampu mengedukasi anak jalanan secara benar sesuai arahan dari Konstitusi, anak jalanan yang sekarang kurang lebih sekitar 5000 anak jalanan, biasanya dengan dalih bukan warga asli Kota Bandung mereka dibiarkan dijalanan dan dianggap tidak ada, padahal juka setiap kota mampu berkordinasi dengan baik secara horizontal untuk memperbaiki kondisi sosial dari setiap Kota, dalam kurung waktu 2 tahun pun ideal nya sudah dalap selesai jika semua kebijakan-kebijakan tidak tergantung pada kepentingan pribadi.
Oke selamat bagi pembaca karena sudah mendapat kan intisari tulisan ini, jika belum maka bisa kirim email atau twitteran aja yuu.
Jika kawan kawan berniat membuat suatu pergerakan, sekecil apapun, lakukanlah, meskipun tidak diakui oleh Negara, setidaknya ilmu kawan kawan bisa dirasakan oleh kawan kawan kita yang tidak mampu untuk mengenyam pendidikan tinggi atau mengakses pendidikan secara baik.
Semoga sehat selalu kawan-kawan.
Panjang umur hal baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar